Hal ini terjadi kepada Tony Gartside yang berumur 40 tahun. Selama 4 tahun, Ia telah menunggu kedatangan pendonor dan setelah akhirnya sang pendonor datang, Ia diberitahu bahwa sang pendonor 'mungkin saja tertular'.
Organ tersebut harus ditransplansi secepat mungkin, sedangkan hasil dari tes HIV akan memakan waktu selama 2 minggu. Gartside harus memilih diantara kemungkinan tertular HIV atau kematian.
"Pihak rumah sakit mengajakku ke sebuah ruangan dan mengatakan bahwa pendonor organ datang dari seseorang yang meninggal akibat overdosis obat-obatan, pihak rumah sakit belum bisa mengetahui apakah sang pendonor tertular HIV selama 2 minggu. Berjam-jam duduk di dalam ambulans dan berpikir untuk menyetujui pendonoran atau menolaknya adalah sebuah proses yang menyeramkan. Aku berpikir: "Apakah aku harus mengambil resiko dan menyetujui pendonoran, atau aku menolaknya dan menunggu lagi selama 18 bulan, atau bahkan untuk waktu yang lebih lama?' Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menyetujuinya."
Setelah 10 jam dan 32 staples di dalam perutnya, Tony sakit selama beberapa hari dan tidak bisa berdiri tegak. 2 minggu kemudian, hasil tes keluar... dan hasilnya adalah negatif.
Semenjak pengalamannya ini, Tony Gartside telah membuat grup pendukung untuk pasien yang melewati prosedur transplansi. "Dokter memiliki pengalaman klinikal dan dapat memberitahu kita tentang apa yang akan terjadi selama operasi berlangsung, tapi mereka tidak memiliki penjelasan yang realistik mengenai apa yang akan terjadi kepada pasien."
Sumber: http://www.dailymail.co.uk/health/article-2991431/Man-choose-possible-death-HIV-offered-life-saving-kidney-donor-infect
Sumber dan diterjemahkan dari: http://www.designersagainstaids.com/ihaec_blog/item/dilemma_hiv_or_death/